Jumat, 10 Oktober 2014

Ini Cerita di Balik Nobel Perdamaian 2014

Ini Cerita di Balik Nobel Perdamaian 2014
Ini Cerita di Balik Nobel Perdamaian 2014 - Peraih Nobel Perdamaian Kailash Satyarthi, 60 tahun, mengajak Malala Yousafzai, 17 tahun, bekerja sama dengannya untuk membantu anak-anak yang menderita di seluruh dunia.

"Kami berdua semestinya bekerja bersama. Saya mengenalnya secara pribadi. Mari kita bergandeng tangan untuk itu (damai)," kata Satyarthi, dalam pernyataan persnya setelah media memberitakan dirinya meraih Nobel Perdamaian bersama Malala.  

Seperti dilansir Tempo dari The Times of India, Jumat, 10 Oktober 2014, aktivis hak anak ini sudah bekerja lebih dari 30 tahun untuk membantu melawan perbudakan anak dan perdagangan anak di negaranya. Pria kelahiran Vidisha, sekitar 50 kilometer arah Bhopal, India, ini merupakan pendiri lembaga swadaya masyarakat bernama Bachpan Bachao Andolan pada 1980. Ia melakukan aksi untuk melindungi hak-hak 80 ribu anak di India.

Satyarthi, yang dikenal sebagai pengikut setia Mahatma Gandhi dengan nilai-nilai anti perbudakan manusia dan berjuang dengan cara-cara damai, juga aktif di Global March Against Child Labor, gabungan dari sekitar 2.000 lembaga sosial dan organisasi serikat buruh di 140 negara.

Adapun Malala, remaja putri asal Pakistan, dikenal sebagai pengkampanye hak anak-anak, terutama anak perempuan, untuk mendapat pendidikan. Akibat keberaniannya melawan milisi Taliban yang melarang anak-anak perempuan bersekolah, ia ditembak dengan jarak dekat saat pulang sekolah pada 2012.

Upaya milisi Taliban membunuh Malala tak berhasil. Malala yang terluka diterbangkan ke London, Inggris. Setelah sembuh, perempuan asal Lembag Swat, Pakistan, itu aktif mengkampanyekan pendidikan bagi anak-anak di berbagai negara. Malala menjadi peraih Nobel Perdamaian termuda.

Pemberian Nobel Perdamaian untuk kedua pejuang dianggap bertujuan mendorong perdamaian di India dan Pakistan. Diharapkan lewat pemberian Nobel Perdamaian ini, ketegangan hubungan kedua negara bertetangga ini mencair dan bersama-sama berjuang.

"Ini hal penting bagi umat Hindu dan muslim, warga Pakistan maupun India, untuk bersama-sama berjuang untuk pendidikan dan menentang paham ekstrimis," kata Ketua Komite Nobel kewarganegaraan Norwegia, Thorbjoern Jagland.

Artikel Terkait



Tidak ada komentar:

Posting Komentar