Pembunuhan Transgender oleh Marinir AS Gegerkan Filipina - Puluhan demonstran mengamuk, mereka membakar bendera Amerika Serikat di depan Kedubes Negeri Paman Sam di Manila Selasa14 Oktober kemarin. Mereka menuntut pihak Washington menyerahkan tersangka pembunuh seorang transgender ke pihak Filipina.
Menurut massa, pembunuhan yang diduga dilakukan personel Marinir AS tersebut dilatarbelakangi kebencian.
Jeffrey Laude (26) ditemukan tewas, diduga dicekik dan kepalanya dimasukkan paksa ke air, di samping toilet di sebuah kamar motel di kota Olongapo, di barat laut Manila. Peristiwa tersebut diduga terjadi sesaat setelah korban check in Sabtu 11 Oktober lalu, diduga bersama seorang anggota marinir.
Dengan bantuan saksi kunci, polisi mengaku telah mengidentifikasi tersangka. Juru bicara Kepolisian Filipina, Wilben Mayor mengatakan, aparat akan mengajukan dakwaan pembunuhan Rabu ini.
Sementara itu, juru bicara Marinir AS atau US Marine, Kolonel Brad Bartelt mengatakan, tersangka kini sudah ditahan di USS Peleliu di Pelabuhan Subic Bay, sekitar 80 km barat laut Manila -- terkait investigasi gabungan pihaknya dan kepolisian Filipina atas kasus kematian tak wajar Laude.
Sekitar 3.000 marinir dan pelaut dari Angkatan Laut AS baru saja menyelesaikan latihan militer bersama pihak Filipina Jumat lalu. Pekan ini mereka akan segera meninggalkan Republika ng Pilipinas.
Komandan Pasukan AS di Pasifik, Laksamana Samuel Locklear yang berada di Filipina dalam rangka melakukan pembicaraan dengan para koleganya, awalnya memerintahkan agar USS Peleliu dan sejumlah kapal lainnya tetap tinggal, untuk menginvestigasi pembunuhan tersebut. Namun, selain kapal induk itu, yang lainnya boleh kembali.
"Kami akan terus bekerja sama dengan pihak berwenang Filipina dalam setiap aspek penyelidikan," kata Juru Bicara Departemen Luar Negeri AS, Jen Psaki di Washington seperti dimuat Liputan6 dari The Guardian, Rabu (15/10/2014).
Kasus pembunuhan tersebut menjadi duri dalam daging, di tengah makin eratnya kerja sama keamanan antara AS dan Filipina -- kedua negara menentang ekspansi teritorial Tiongkok atas wilayah perairan di Laut China Selatan.
Kepala Staf Militer Filipina Jenderal Gregorio Pio Catapang mengatakan, insiden tersebut merusak citra positif kerja sama militer dua negara -- di mana tersangka ikut ambil bagian di sana. Namun, "ini tak akan mempengaruhi hubungan kami dengan AS," kata dia. "Apapun, kami merasa prihatin dan ikut terluka karena korban adalah warga Filipina. Korban berhak mendapatkan keadilan atas apa yang ia alami."
"Usir Tentara AS dari Filipina"
Sejauh ini polisi menduga, tersangka diduga marah saat mengetahui bahwa korban adalah transgender atau karena pertengkaran yang dipicu persoalan lain.
Selasa kemarin, sekitar 40 aktivis muda mengibarkan bendera merah dan berteriak, "Tentara AS keluar sekarang juga!". Mereka juga membakar bendera AS di depan gedung Kedubes yang dijaga ekstraketat. Pasukan anti huru hara menghentikan niat mereka untuk mendekati bangunan perwakilan diplomatik itu.
Dua pemimpin protes menuntut militer AS menyerahkan tersangka ke pihak Filipina. Pelaku pantas meringkuk di balik penjara setempat.
"Sangat tak masuk di akal. Ini adalah kejahatan dengan latar belakang kebencian terburuk yang pernah saya saksikan," kata Corky Hope Maranan, pemimpin kelompok transgender dan lesbian Filipina.
"Jika ia tetap berada di tahanan AS, ia bisa lolos dari sistem hukum negara ini. Kami tak mau ada Daniel Smith kedua."
Daniel Smith adalah marinir AS yang dinyatakan bersalah dan dijatuhi hukuman penjara seumur hidup atas kasus pemerkosaan seorang wanita Filipina, setelah pesta minum-minum pada 2005. Namun, pengadilan banding negara itu membatalkan putusan tingkat pertama pada 2009, memberi kesempatan pada terdakwa untuk melenggang meninggalkan Filipina. Kini, kejadian tak kalah tragis menimpa seorang transgender.
Menurut massa, pembunuhan yang diduga dilakukan personel Marinir AS tersebut dilatarbelakangi kebencian.
Jeffrey Laude (26) ditemukan tewas, diduga dicekik dan kepalanya dimasukkan paksa ke air, di samping toilet di sebuah kamar motel di kota Olongapo, di barat laut Manila. Peristiwa tersebut diduga terjadi sesaat setelah korban check in Sabtu 11 Oktober lalu, diduga bersama seorang anggota marinir.
Dengan bantuan saksi kunci, polisi mengaku telah mengidentifikasi tersangka. Juru bicara Kepolisian Filipina, Wilben Mayor mengatakan, aparat akan mengajukan dakwaan pembunuhan Rabu ini.
Sementara itu, juru bicara Marinir AS atau US Marine, Kolonel Brad Bartelt mengatakan, tersangka kini sudah ditahan di USS Peleliu di Pelabuhan Subic Bay, sekitar 80 km barat laut Manila -- terkait investigasi gabungan pihaknya dan kepolisian Filipina atas kasus kematian tak wajar Laude.
Sekitar 3.000 marinir dan pelaut dari Angkatan Laut AS baru saja menyelesaikan latihan militer bersama pihak Filipina Jumat lalu. Pekan ini mereka akan segera meninggalkan Republika ng Pilipinas.
Komandan Pasukan AS di Pasifik, Laksamana Samuel Locklear yang berada di Filipina dalam rangka melakukan pembicaraan dengan para koleganya, awalnya memerintahkan agar USS Peleliu dan sejumlah kapal lainnya tetap tinggal, untuk menginvestigasi pembunuhan tersebut. Namun, selain kapal induk itu, yang lainnya boleh kembali.
"Kami akan terus bekerja sama dengan pihak berwenang Filipina dalam setiap aspek penyelidikan," kata Juru Bicara Departemen Luar Negeri AS, Jen Psaki di Washington seperti dimuat Liputan6 dari The Guardian, Rabu (15/10/2014).
Kasus pembunuhan tersebut menjadi duri dalam daging, di tengah makin eratnya kerja sama keamanan antara AS dan Filipina -- kedua negara menentang ekspansi teritorial Tiongkok atas wilayah perairan di Laut China Selatan.
Kepala Staf Militer Filipina Jenderal Gregorio Pio Catapang mengatakan, insiden tersebut merusak citra positif kerja sama militer dua negara -- di mana tersangka ikut ambil bagian di sana. Namun, "ini tak akan mempengaruhi hubungan kami dengan AS," kata dia. "Apapun, kami merasa prihatin dan ikut terluka karena korban adalah warga Filipina. Korban berhak mendapatkan keadilan atas apa yang ia alami."
"Usir Tentara AS dari Filipina"
Sejauh ini polisi menduga, tersangka diduga marah saat mengetahui bahwa korban adalah transgender atau karena pertengkaran yang dipicu persoalan lain.
Selasa kemarin, sekitar 40 aktivis muda mengibarkan bendera merah dan berteriak, "Tentara AS keluar sekarang juga!". Mereka juga membakar bendera AS di depan gedung Kedubes yang dijaga ekstraketat. Pasukan anti huru hara menghentikan niat mereka untuk mendekati bangunan perwakilan diplomatik itu.
Dua pemimpin protes menuntut militer AS menyerahkan tersangka ke pihak Filipina. Pelaku pantas meringkuk di balik penjara setempat.
"Sangat tak masuk di akal. Ini adalah kejahatan dengan latar belakang kebencian terburuk yang pernah saya saksikan," kata Corky Hope Maranan, pemimpin kelompok transgender dan lesbian Filipina.
"Jika ia tetap berada di tahanan AS, ia bisa lolos dari sistem hukum negara ini. Kami tak mau ada Daniel Smith kedua."
Daniel Smith adalah marinir AS yang dinyatakan bersalah dan dijatuhi hukuman penjara seumur hidup atas kasus pemerkosaan seorang wanita Filipina, setelah pesta minum-minum pada 2005. Namun, pengadilan banding negara itu membatalkan putusan tingkat pertama pada 2009, memberi kesempatan pada terdakwa untuk melenggang meninggalkan Filipina. Kini, kejadian tak kalah tragis menimpa seorang transgender.
Anda sedang membaca artikel tentang Pembunuhan Transgender oleh Marinir AS Gegerkan Filipina dan Anda bisa menemukan artikel Pembunuhan Transgender oleh Marinir AS Gegerkan Filipina ini dengan url http://gratisan69.blogspot.com/2014/10/pembunuhan-transgender-oleh-marinir-as.html. Anda boleh menyebarluaskan atau mengcopy artikel Pembunuhan Transgender oleh Marinir AS Gegerkan Filipina ini jika memang bermanfaat bagi Anda atau teman-teman Anda, namun jangan lupa untuk mencantumkan link sumbernya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar