Jumat, 09 Desember 2011

Malam Mingguan Sambil Nonton Gerhana Bulan

http://image.tempointeraktif.com/?id=79966&width=475
Sudah punya acara malam mingguan? Ada baiknya Sabtu 10 Desember 2011 malam nanti memasukkan agenda menyaksikan gerhana bulan. Inilah gerhana total terakhir yang dapat disaksikan di Indonesia hingga tujuh tahun ke depan.

Berbeda dengan gerhana bulan total pada Juni lalu, yang mengubah rona bulan menjadi merah darah, gerhana kali ini menciptakan bulan jauh lebih gelap. Warna merah kehitaman ini terjadi karena bulan berada di bagian terdalam bayangan bumi. Seluruh wilayah Indonesia dapat menyaksikan fenomena yang baru bisa disaksikan lagi pada 2014 itu pada 10 Desember 2011.

Seluruh prosesi masuknya bulan ke dalam bayangan bumi, yang terhitung sebagai siklus Saros ke-135, akan berlangsung selama hampir enam jam. Siklus Saros adalah perulangan pola gerhana setiap 18 tahun.

Proses gerhana dimulai ketika bulan memasuki bayangan kabur bumi pada pukul 18.33 WIB. Saat itu bulan baru terbit di ufuk timur ketika cahaya matahari masih berpendar di langit. Pemandangan ini akan menjadi pengalaman mengesankan karena purnama yang terlihat besar di dekat horizon akan dilapisi layar langit kebiruan.

"Gerhana mulai saat magrib sehingga bisa menjadi obyek fotografi yang bagus," ujar Direktur Observatorium Bosscha Hakim Lutfi Malasan saat dihubungi kemarin.

Bulan mulai memasuki bayangan gelap bumi pada pukul 19.45 WIB. Selama 80 menit selanjutnya permukaan bulan perlahan ditelan bayangan gelap bumi. Totalitas terjadi mulai pukul 21.06 WIB, ketika seluruh permukaan bulan masuk ke bayangan gelap bumi.

Fase total akan terjadi selama 51 menit dengan puncak gerhana pada pukul 21.32 WIB. Saat totalitas, bulan berada pada ketinggian 60 derajat dari horizon timur.

"Bulan pada ketinggian ini sangat nyaman dilihat," ujar Hakim.

Gerhana bulan total kali ini dipastikan lebih banyak menyedot perhatian masyarakat ketimbang gerhana bulan pada Juni lalu. Alasannya, gerhana terjadi saat prime time (waktu utama), yaitu dari magrib hingga menjelang tengah malam.

"Gerhana kali ini terjadi saat masyarakat masih terjaga dan sedang bersantai menikmati malam Minggu," ujar dia.

Setelah bersembunyi di balik bayangan gelap, bulan perlahan menampakkan wujud mulai pukul 21.57 WIB. Seluruh permukaan bulan keluar dari bayangan gelap pada pukul 23.18 WIB. Prosesi gerhana berakhir pada Minggu, 11 Desember, pukul 00.30 WIB.

Sayangnya, faktor cuaca berpotensi merusak peluang masyarakat menikmati gerhana bulan total kali ini. Bulan Desember berada di tengah musim hujan sehingga tutupan awan akan lebih tinggi. Meski demikian, faktor cuaca lebih banyak ditentukan oleh faktor lokal. Beberapa lokasi bisa saja sangat cerah sehingga bisa menyaksikan seluruh fase gerhana.

Dua provinsi yang sangat mungkin bebas tutupan awan adalah Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur. Sebab, catatan satelit memperlihatkan bahwa daerah ini berhawa lebih kering dibanding lokasi lain di Indonesia. Begitu pula Bandung dan Lembang, biasanya tertutup awan selepas tengah malam, sehingga masih mungkin menyaksikan tahapan gerhana.

Mendung yang membayangi diharapkan tak menyurutkan antusiasme masyarakat menyaksikan gerhana. Fenomena langka ini baru bisa disaksikan lagi pada enam tahun mendatang, yaitu pada 31 Januari 2018. Sebenarnya selama periode "kosong" itu terdapat tiga kali gerhana bulan, antara 2014 dan 2015. Tapi pemandangan bulan ditelan bayangan itu hanya bisa disaksikan di sebagian Indonesia, itu pun tak seluruh fase bisa terlihat.

Jika langit mendung, Observatorium Bosscha dan Kementerian Komunikasi dan Informatika telah menyiapkan fasilitas live streaming melalui halaman situs http://kominfo.go.id. Tayangan langsung gerhana ini disiarkan dari enam titik pengamatan di seluruh Indonesia, yaitu Lembang, Yogyakarta, Jakarta, Bandung, Pekanbaru, dan Mataram.

"Titik pengamatan yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia membuka potensi kondisi langit yang lebih cerah," kata dia.

Juni lalu, tayangan langsung gerhana mendapat sambutan dari masyarakat. Itu terbukti dari tingkat kunjungan halaman Internet yang mencapai 5.000 pengunjung secara bersamaan. Membeludaknya jumlah pengunjung sempat melumpuhkan dua server yang disediakan Kementerian.

Belajar dari pengalaman tersebut, Kementerian meningkatkan kapasitas server menjadi tiga unit ditambah dengan peningkatan bandwidth dan resolusi gambar. Dengan demikian, tayangan langsung gerhana melalui Internet diharapkan bisa lebih lancar.

Selain enam wilayah tersebut, dua planetarium mengadakan kegiatan pengamatan bersama. Planetarium Jakarta di Cikini membuka pintu buat masyarakat yang akan menyaksikan gerhana bersama-sama. Beberapa teleskop jinjing telah disiapkan untuk pengamatan yang dilakukan di atas atap planetarium. Sementara itu, pengamatan yang sama dilakukan di Planetarium Tenggarong, Kalimantan Timur. Satu teleskop disiapkan untuk dipakai guna pengamatan bersama.


Artikel Terkait



Tidak ada komentar:

Posting Komentar